Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya, nikmat yang tak
pernah berhenti mengalir seiring dengan desah nafas kita. Keimanan yang
menyirami sanubari, rasa ukhuwah dan persaudaraan yang menyemai jiwa.
Takwa yang berada di hati hendaklah terwujud dalam amal nyata.
Takwa
dalam arti menjalankan segala perintah Allah dengan semampu kita, meninggalkan
larangan Allah tanpa memilih-milih mana yang sesuai dan tidak cocok dengan
nafsu kita. Wujud ketakwaan yang akan melahir kehidupan yang islami, harmonis
penuh keakraban dan saling bahu membahu, peduli dan kasih sayang kepada sesama
saudara seiman.
Allah
SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [آل عمران:
102] .
“Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan beragama islam.”
(Ali-Imran 102)
Dalam kehidupan menjalani hari-hari bersama tuntunan dan
ajaran islam, sisi kehidupan manusia memang tidak pernah lepas dari tuntunan
ajaran islam yang memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tak ada yang lepas dari sentuhan islam. Sejarah Rosulullah dan
sahabat telah mencerminkan kehidupan itu. Itulah sebuah persaudaran indah yang
tiada duanya di muka bumi ini. Kisah nyata yang begitu membuat jiwa bergetar
akan makna ukhuwah islamiyah yang sesungguhnya. Itulah kisah Muhajirin dan
Anshor.
14 abad yang lalu, di saat dakwah islam muncul dan mulai
bersemi di sumbernya kota Mekah Al-Mukarromah, hari demi hari dakwah Rosulullah
menuai satu demi satu pengikut seiring juga dengan menuai banyak cercaan,
penyiksaan dan ancaman pembunuhan. Sehingga mengharuskan mereka untuk meninggal
kota Mekah tanpa bekal. Itulah syarat yang diajukan oleh orang-orang Qurays
ketika itu: ”Silahkan tinggalkan Mekah, namun jangan pernah membawa secuil
harta bendamu”. Iman adalah di atas segalanya, tak sebanding dengan sebanyak
apapun kekayaan yang mereka tinggalkan. Itulah pilihan tepat dari generasi awal
dakwah islam. Resiko kesulitan di dalam perjalanan hijrah adalah hal yang mesti
mereka hadapi. Sehingga sampailah mereka menuju negeri Hijrah ’Yastrib’
sebutan nama kota Madinah Al-Munawwaroh ketika itu.
Wajah-wajah penduduk Anshor yang penuh kerinduan dan
senyuman-senyuman mengembang tatkala terlihat debu-debu berterbangan dari
kejauhan pertanda saudara-saudara mereka seiman akan segera tiba. Mereka akan
bertemu dengan saudara-saudara mereka walau mereka sebelumnya tak pernah saling
kenal, kota mekah yang berkarakter kota bisnis dan perdagangan berbeda jauh
dengan kota madinah yang terkenal dengan kesuburan pertanian dan perkebunan
kurmanya, membentuk karakter masyaratakat pun berbeda pula, kepribadian yang berbeda,
bahasa pun memiliki lahjah-lahjah atau pengucapan yang berbeda walau sama-sama
menggunakan bahasa arab. Namun mereka melupakan semua itu. ”Kalian adalah
saudara-saudara kami, kami adalah saudara-saudara kalian”, itulah
semboyan-semboyan mereka.
Rasa kebersamaan atas dasar iman dan kesatuan perjuang
menjadikan orang-orang yang bergabung di dalamnya betul-betul saling mencintai
karena Allah, rela berkorban, tanpa pamrih, saling menopang dan melakukan apa
saja untuk menggapai redho Allah, tidak untuk yang lain. Karena ada sesuatu yang ingin mereka
persembahkan kepada Allah secara bersama-sama. Berupa amal sholih, yang
diinginkan hanyalah ganjaran di akherat kelak berupa surga-Nya semata.
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (
الأعلى :17 )
”Dan
sesungguhnya ganjaran di akherat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-a'la:
17)
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ
أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (115)
"Dan
bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan ganjaran bagi orang-orang
yang berbuat kebaikan. (QS. Hud: 115)
Bila iman telah tertanam, orang lain yang jauh pun bisa
menjadi saudara dekat. Ukhuwah, persaudaraan yang dibangun atas dasar iman,
memang tak kenal batas. Apalagi ras, suku, bahkan negara. Betapa banyak orang
yang tak punya hubungan darah dan kerabat. Tetapi menjadi saudara lantaran iman
yang menyatukan hati mereka. Iman memang bisa mengubah segalanya, bermula dari
hati, segala akan bisa berubah. Begitulah perubahan pribadi yang dialamai
sahabat rosulullah saw.
Kisah yang tak pernah terlupakan.., tatkalah satu demi
satu sahabat muhajirin dipersaudarakan dengan kaum anshor: Ja’far bin Abi
Tholib dipersaudarakan dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar ash-Shiddiq dengan
Khorijah bin Zuhair, Umar bin Khottob dengan ’Utbah bin Malik dan Abdurrahman
bin Auf dengan Saad bin Robi’. Satu demi satu pula kaum muhajirin menempati
rumah sahabat anshor, perasaan bahagia dan bangga tanpa rasa beban sedikitpun
menghiasi wajah-wajah masyarakat anshor. Menyediakan tempat tinggal untuk
saudara-saudara mereka, menyediakan makan dan minum buat saudara mereka
walaupun seadanya, walau sebenarnya mereka sendiri membutuhkan. Bukan karena
unsur apa-apa. Namun hanya karena iman dan rasa persaudaraan yang mendalam
mengharapkan keridoaan Allah semata. Dengan sikap mereka ini maka Allah
memuji mereka di dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 9.
وَالَّذِينَ
تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ
يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ
حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ
نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9)
”Dan
orang orang yang menempati kota madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan oleh mereka (orang muhajirin). Dan mereka mengutamakan
orang-orang muhajirin di atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan
apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Sebuah pujian yang layak buat mereka. Alangkah indahnya
sebuah pujian yang datang langsung dari Sang Pencipta alam semesta. Ini
dikarenakan sebuah sifat yang mulia yaitu ”al-itsar” atau mengutamakan
kepentingan orang lain diatas keperluan diri sendiri.
Abu Hurairoh meriwayatkannya dengan menyebutkan :
عن أبي هريرة رضي اللّه عنه قال: قال رسول
اللّه صلى الله عليه وسلم: "إن في الجنة لعمداً من ياقوت، عليها غرف من زبرجد،
لها أبواب مفتحة تضيء كما يضيء الكوكب الدري. قلنا: يا رسول اللّه، من يسكنها؟ قال:
المتحابون في اللّه عز وجل والمتجالسون في اللّه- عز وجل- والمتلاقون في اللّه- عز
وجل". رواه البزار في مسنده
”Sesungguhnya
di dalam surga ada tiang dari permata yakut, di atasnya ada kamar-kamar indah,
terdapat pintu yang terbuka dan bisersinar seperti bersinarnya bintang-bintang.
Kami bertnya: "Ya Rosulullah, siapa yang tinggal di dalamnya? Rosulullah
menjawab: "Mereka orang-orwang yang saling mencintai karena Allah, saling
duduk karena Allah, saling bertemu karena Allah. (HR. Al-Bazzar)
Di dalam hadist Qudsi Allah swt berfirman :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَجَبَتْ
مَحَبَّتِى لِلْمُتَحَابِّينَ فِىَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِىَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ
فِىَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِىَّ
Pasti
mendapatkan cinta-Ku orang-orang yang saling berkorban karena-Ku, orang-orang
yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling berkorban karena Aku,
dan orang-orang yang saling membela karena-Ku.” (Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim, ia men-shohihkannya)
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya sebuah Hadist
Qudsi :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ
بِجَلاَلِى الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِى ظِلِّى يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّى ».
Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman pada hari kiamat :
“Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku. Hari ini Aku
menaungi mereka di dalam naungan-Ku pada hari tidak ada naungan kecuali
naungan-Ku.”
Itulah ganjaran yang dijanjikan buat mereka yang saling
mencintai karena Allah, saling membantu hanya karena Allah, saling bersaudara
karena Allah.
Suatu hari seorang sahabat rosulullah Abu Tholhah dan
istrinya belum sedikitpun mencicipi makanan. Rasa lapar mendera perut mereka.
Siang itu Abu Tholhah memang tidak mendapatkan cukup makanan untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Seperti hari biasanya, sudah sangat sering hal itu
terjadi. Ketika senja tiba Rosulullah kedatangan seorang tamu. Rosulullah
menanyakan kepada istrinya Aisyah, ”Apakah kita mempunyai sedikit makanan untuk
menjamu tamu kita”? Aisyah menjawab : ”Kita tidak punya apa-apa wahai
Rasulullah”. Lalu Rosulullah menanyakan kepada istri-istrinya yang lain. Namun
jawaban mereka seperti halnya juga jawaban Aisyah ra. Lalu Rosulullah bertanya
kepada para sahabatnya: ”Siapakah yang bersedia menjamu tamuku pada malam hari
ini?”
Tanpa menunggu-nunggu ada di antara para sahabat yang
mengangkat tangan mengatakan kesediaan mereka. Seorang sahabat mengatakan:
”Saya Wahai Rosulullah”. Ia Abu tholhah ra. Lalu setelah sholat isya Abu
Tholhah pulang bersama tamunya. Ketika tiba di rumahnya Abu Tholhah meminta istrinya
untuk menyiapkan makan malam. Dengan sedih istrinya menjawab : ”Kita tidak
punya apa-apa wahai suamiku kecuali sedikit makanan untuk anak kita”. Setelah
Abu tholhah berpikir sejenak ia berkata kepada istrinya: ”Tidurkan anak kita,
lalu siapkan makan malam buat tamu kita, ketika akan makan, lalu padamkanlah
lampu”. Ketika tamu Abu Tholhah akan makan, lampu dipadamkan lalu Abu Tholhah
mengecap-ngecapkan mulutnya seakan ikut makan bersama tamunya. Setelah makan
lalu Abu Tholhah mengantarkan tamunya untuk beristirahat.
Begitu shubuh tiba mereka sholat shubuh berjamaah di
masjid Nabawi, ketika melihat Abu tholhah Rosulullah tersenyum lalu berkata:
”Wahai Abu Tholhah Sesungguhnya Allah amat kagum melihat apa yang telah engkau
perbuat tadi malam”.
Sebuah perbandingan dan wujud keimanan seorang kepada
Allah dan keimanannya kepada hari akherat adalah tatkala ia mampu memberikan
pelayanan yang terbaik dan menghormati tamunya. Itulah sebuah timbangan yang
Rosulullah sampaikan, di dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim. Dari Abu
Hurairoh ra Rosulullah bersabda: ”
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
"Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”
Dalam hadist yang lain Abu Hurairoh ra juga meriwayatkan
bahwa Rosulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا
نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا
سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ
الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ »
“Barang
siapa yang meringankan satu penderitaan dari seorang mukmin di dunia Allah akan
meringankan beban penderitaannya di akherat. Siapa yang memudahkan kesusahan
orang di dunia, Allah akan mudahkan kususahannya di dunia dan akherat. Siapa
yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan
akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, jika ia menolong
saudaranya. (HR. Muslim)
Itulah keindahan islam, keindahan islam akan tampak jika
kaum musliminnya benar-benar melaksanakan tuntunan agamanya. Moment yang saat ini
kita rasakan, yang kita pada saat bersamaan adalah pelakunya. merupakaan
kesempatan emas untuk menuai janji-janji Allah tersebut. Allah telah pilihkan
kampung halaman kita menjadi tempat berkumpul tamu-tamu mulia kita, keberakahan
mengalir kita rasakan bersama kehadiran saudara-saudara kita tercinta. Masjid
kita menjadi semakin semarak, keakraban terjalin, rasa saling menghargai dan
memuliakan menghiasi rutinitas hari-hari kita.
Allah swt berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
، وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Tolong menolonglah dalam dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih
sayang-Nya, melimpakan keberkahan kepada kita semua. Mempertautkan hati-hati
kita sehingga menjadi hamba-hamba-Nya yang bersaudara. Setelah itu kita cuma
berharap kepada Allah agar menguatkan ikatan hati ini untuk saling bekerjasama
dalam kebaikan dan ketaatan. Mengumpulkan jiwa-jiwa kita menjadi jiwa-jiwa yang
lembut penuh kecintaan dan kasih sayang. Sehingga mendapatkan surga yang Allah
janjikan di akherat untuk mereka yang saling mencintai karena Allah, tidak ada
keindahan yang lebih kita inginkan dari kebersamaan dan berkumpul di surga
Allah di akherat kelak. Amiin ya rabbal ’alamin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar